Nama
: Diah
Pramesthi Ningrum
Kelas
: XI
Science DA
Tugas
Bahasa Indonesia
– Membandingkan dua cerita ulang yang memiliki cerita yang sama.
Legenda
Gunung Batu Balai
Pada zaman dahulu, hidup seorang
perempuan tua di tengah-tengah hutan Mentok, Bangka Belitung. Ia mempunyai anak
bernama Dempu Awang yang memilki tanda goresan bekas luka terjatuh di keningnya.
Kehidupan mereka sangat sederhana. Mereka hidup dari hasil ladang yang ditanami
ubi, ketela dan lain-lain. Karena hasi ladang yang mereka peroleh sangat
sedikit, Dempu Dawang bermaksud merantau mencari pekerjaan yang lebih baik. Ia
mengungkapkan hal itu kepada ibunya dan sang ibu mengizinkannya merantau,
dengan syarat ia harus kembali suatu saat nanti menemui ibunya.
Beberapa hari kemudian, Dempu Awang
pamit kepada ibunya untuk merantau. Sepeninggal Dempu Awang merantau, sang ibu hanya
tinggal seorang diri di tengah hutan. Ia selalu berdoa agar anaknya selamat dan
mendapat pekerjaan. Dempu Awang pergi menumpang perahu layar milik orang lain.
Karena tidak mempunyai ongkos naik perahu, ia bersedia menjadi anak buah pemilik
perahu tersebut.
Tidak terasa sepuluh tahun telah
berlalu. Berkat doa sang ibu, sekarang Dempu Awang telah menjadi seseorang yang
kaya raya dan telah berkeluarga. Ia mempunyai seorang istri anak orang kaya
yang sangat cantik. Namun ia tidak pernah memberikan kabar kepada ibunya. Kemudian
Sang istri sangat ingin menemui ibu mertuanya, ia mengungkapkan hal tersebut kepada
Dempu Awang dan Dempu Awang pun menurutinya.
Suatu hari, Dempu Awang bersama
istrinya berangkat ke Mentok dengan menggunakan perahu layar miliknya sendiri. Tak
berapa lama kemudian sampailah perahu layarnya di perairan kampung halamannya.
Ketika melihat perahu layar Dempu Awang berlabuh, para nelayan yang berada di
pinggir pantai perairan itu mengayuhkan sampan mereka mendekati perahu layar
tersebut. Kemudian mereka melihat Dempu Awang bersama istrinya berdiri di
pinggir geladak. Ia member isyarat agar nelayan-nelayan tersebut naik ke
perahunya.
Beberapa nelayan naik ke perahu
Dempu Awang, lalu Dempu Awang menanyakan kepada mereka, bagaimana keadaan
ibunya. Para nelayan tersebut mengatakan bahwa ada seorang wanita tua yang
hidup sendiri di tengah hutan. Mendengar hal itu, Dempu Awang meminta tolong
kepada nelayan tersebut agar membawa wanita tua itu ke perahunya. Ia ingin
memastikan apakah wanita tua itu ibunya atau orang lain yang mengaku sebagai
ibunya. Para nelayan tersebut menuruti permintaan Dempu Awang, mereka menjemput
wanita tua itu di tengah hutan.
Para nelayan tersebut kembali ke
perahu bersama seorang wanita tua. Ketika Dempu Awang melihat wanita tua renta yang
dibawa oleh para nelayan yang ia ketahui adalah ibunya sendiri hendak menaiki
tangga perahu, cepat-cepat ia menyuruh para nelayan mengusir wanita tua itu.
“Jangan suruh ia naik ke perahu!
Dia bukan ibu saya! Dia petani yang tidak kukenal!” teriaknya, Dempu Awang sangat
malu mengakui ibunya yang sudah tua renta dan berpakaian compang camping di
hadapan istrinya.
“Dia adalah ibunda Tuan.” kata para
nelayan.
Sementara itu, di pinggir perahu
perempun tua itu berkata, “Benar, saya adalah ibumu yang kamu tinggalkan
sepuluh tahun yang lalu. Tanda goresan bekas luka terjatuh di keningmu itu
adalah buktinya.”
Mendengar perkataan wanita tua itu
Dempu Awang menjadi marah dan tidak memberi kesempatan kepada perempuan tua itu
menaiki perahunya. Melihat kejadian itu, istrinya berkata, “Terimalah ibumu,
jangan menjadi anak yang durhaka dan jangan malu.”
“Jangan suruh dia naik ke perahu!
Dia bukan ibu saya! Dia …” teriaknya kembali tanpa memedulikan perkataan
istrinya. Kemudian Dempu Awang mendorong wanita itu sampai terjatuh dari
pinggir perahu ke sampan yang membawanya tadi. Para nelayan sangat sedih
melihat keadaan wanita itu, lalu mereka mengayunkan sampannya, membawa wanita
itu pulang.
Di dalam sampan, wanita tua itu
berlutut sambil mengangkat kedua belah tangannya ke atas dan memohon kepada
Yang Maha Esa agar memberikan balasan yang setimpal kepada Dempu Awang yang
telah menjadi anak durhaka dan tidak mengakui ibu kandungnya.
Tiba-tiba turun angin ribut dan
hujan lebat ditambah Guntur dan petir saat Dempu Awang hendak berlayar meninggalkan
perairan kampung halamannya. Gelombang laut setinggi gunung menghantam kapal
Dempu Awang. Saat itu juga perahu Dempu Awang pecah terbelah dua lalu karam.
Setelah angin rebut dan hujan reda, Dempu Awang bersama perahunya telah berubah
menjadi batu, sedangkan istrinya menjadi seekor kera putih.
Oleh masyarakat setempat, batu
tersebut diberi nama Batu Balai karena pada zaman dahulu, di samping batu itu
terdapat sebuah balai, yakni sebuah kantor pemerintahan yang biasa dijadikan
sebagai tempat bermusyawarah. Batu
tersebut terletak sejauh 3,5 kilometer dari Mentok. Batu itu berukuran 8x6 meter dan tingginya 5
meter. Batu tersebut masih ada sampai sekarang dan masih terpelihara dengan
baik.
Legenda Gunung
Batu Bangkai
Pada zaman dahulu, tinggal seorang
pemuda bersama ibunya di Loksado, Kalimantan Selatan. Pemuda tersebut dipanggil
Andung Kuswara oleh penduduk sekitar. Dia adalah seseorang yang cerdas dan
memiliki keterampilan medis yang ia pelajari dari mendiang ayahnya. Setiap hari
ia bekerja keras pergi ke hutan mencari buah-buahan dan sayuran untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya.
Suatu hari ia menemukan seorang
pria tua meremas buruk dalam perjalanan pulang. Andung Kuswara membantu pria
itu dan menyembuhkannya. Setelah pria tua itu sembuh, pria tua itu memberikan
sesuatu yang tergantung di lehernya kepada Andung Kuswara sebagai rasa terima
kasih dan berkata semoga benda itu membawa nasib baik. Lalu Andung Kuswara
melanjutkan perjalanan menuju rumahnya.
Sebenarnya Andung Kuswara menikmati
hidupnya saat ini, tetapi ia ingin kehidupan yang lebih baik. Ia berniat untuk
merantau dan mempraktikkan keterampilan medisnya. Ia mengungkapkan niat
tersebut pada ibunya, dan ibunya mengizinkannya.
Keesokan pagi, Andung Kuswara
meninggalkan tanah kelahirannya ke luar negeri, sampai ia tiba di Kerajan
Basiang. Ia bertemu dengan seorang petani yang tubuhnya penuh penyakit kudis.
Andung Kuswara mencoba menyembuhkan penyakit tersebut dan ia berhasil. Petani
tersebut menawarkan Andung Kuswara tinggal di rumahnya sebagai tanda terima
kasih. Petani itu juga memberi tahu jika hampir semua penduduk negeri itu
sedang menderita penyakit yang sama. Berita tentang keterampilan medis Andung
Kuswara tersebar sangat cepat dan banyak orang berbondong-bondong datang kepada
Andung Kuswara untuk menyembuhkan penyakit. Tentu saja semua penyakit yang
mereka miliki dapat disembuhkan oleh Andung Kuswara
Raja Basiang mendengar berita
tentang keterampilan medis Andung Kuswara. Ia mengundang Andung Kuswara ke
istana untuk mengobati puterinya yang telah tidak sadar selama dua minggu.
Sebelumnya, ia telah mengundang banyak
tabib untuk mengobati puterinya tetapi masih belum berhasil. Andung Kuswara diizinkan
masuk ke kamar sang puteri. Sang Puteri terbaring dengan wajah yang sangat
pucat dan tubuh yang lemah, hal itu tidak bisa menutupi kecantikkannya dan
Andung Kuswara sangat kagum melihatnya. Ia mencoba mengobati Sang Puteri dengan
cara seperti biasa tetapi tidak berhasil. Ia mencari cara lain, ia mengambil kalung
pemberian pria tua yang dahulu diberikan padanya dan merendamnya dalam segelas
cangkir dan mengusapkannya di wajah sang puteri. Tiba-tiba sang puteri
terbangun dan sembuh dari penyakitnya.
Sang raja sangat berterima kasih
pada Andung Kuswara. Andung Kuswara diperbolehkan untuk menikahi puterinya.
Sang puteri sangat senang menyambut
Andung Kuswara sebagai suaminya. Hal yang sama juga dirasakan oleh Andung
Kuswara. Satu tahun berlalu dan Sang Puteri telah hamil. Dia mengatakan pada
suaminya bahwa ia ingin memakan buah kasturi yang hanya tumbuh di Pulau
Kalimantan. Andung Kuswara bersama prajuritnya pergi untuk mencari buah Kasturi
menuju daerah yang banyak tumbuh pohon kasturi di Loksado, Pulau Kalimantan. Ia
mencari pohon kasturi dan menemukannya di depan gubuk kecil. Ia sangat terkejut
mengetahui itu adalah gubuk kecil ibunya. Andung Kuswara segera memerintahkan
pasukan untuk kembali ke kerajaan itu tanpa mengambil buah untuk menghindari
pertemuan ibunya sendiri.
Akan tetapi, tiba-tiba ibu Andung
Kuswara keluar dari gubuk itu dan melihat anaknya di antara pasukan di depan
rumahnya. “Andung … Andung … anakku...” ia mencoba memanggil anaknya. Andung
Kuswara dan pasukannya terus berjalan untuk menjauh dari ibunya. Namun, sang
ibu berlari mengejar mereka dan terus memanggil anaknya. Merasa malu di depan pasukannya
sendiri, Andung Kuswara marah dengan ibunya dan berkata, “Berhenti panggil aku
sebagai anakmu, perempuan tua! Aku
seorang bangsawan Kerajaan Basiang. Aku tidak pernah tahu seorang wanita tua
sepertimu!” ucapnya. Setelah itu Andung
Kuswara melanjutkan perjalanannya.
Ibu Andung Kuswara sangat terkejut
mendengar kata-kata dari putra kesayangannya. Dia menangis dan berdoa dengan
bibir gemetar, “Oh Tuhan, tunjukkanlah kekuasaan dan keadilan-Mu.” Belum kering
air liur tua renta itu berdoa, hallintar menyambar membelah bumi, kilat
sambung-menyambung, langit mendadak gelap gulita dan badai bertiup menghempas
keras. Kemudian hujan lebat tumpah dari langit. Dari kejauhan, Andung Kuswara berteriak
keras “Maafkan aku, ibu!” tapi siksa Tuhan tak dapat dicabut lagi. Tiba-tiba Andung
berubah menjadi sebuah batu.
Sejak saat itu, penduduk di sekitar
Loksado menamai batu tersebut dengan sebutan Gunung Batu Bangkai, karena batu
itu mirip sekali dengan bangkai manusia dan berada di atas gunung. Gunung Batu
Bangkai ini dapat dijumpai di Kecamata Loksado, Hulu Sungai Selatan, Kalimantan
Selatan.
Dikutip
dari :
http://ceritarakyatnusantara.com/id/folklore/13-legenda-gunung-batu-bangkai#
Analisis
Cerita
Cerita Legenda Gunung Batu Balai
adalah cerita yang berasal dari Bangka Belitung, sedangkan Legenda Gunung Batu
Bangkai adalah cerita yang berasal dari Kalimantan Selatan. Jika kedua cerita
tersebut dianalisis dan dibandingkan, akan ada perbedaan dan kesamaan dari
kedua cerita di atas.
Kesamaan kedua cerita tersebut, di antaranya :
· Kedua
cerita tersebut diceritakan dengan cara yang sama, yaitu watak tokoh tidak
diberi tahu secara langsung, melainkan dengan penggambaran perilaku tokoh.
Selain itu, kedua cerita tersebut menggunakan bahasa yang Indonesia yang mudah
dimengerti.
· Dari
segi jenis cerita, kedua cerita merupakan cerita ulang imajinatif, yaitu
kejadian yang diceritakan belum tentu benar-benar terjadi.
· Dari
segi sudut pandang, kedua cerita tersebut bersudut pandang orang ketiga sebagai
pengamat, karena seperti yang kita ketahui, kebanyakan dari cerita ulang
menggunakan sudut pandang orang ketiga.
· Dari
segi penokohan, dalam kedua cerita tersebut memiliki kesamaan, yaitu sifat sang
anak yang durhaka dan sifat sang ibu yang penyabar. Hal ini kemungkinan
disebabkan oleh keinginan pengarang yang sama, yaitu memberikan amanat kepada
seseorang yang berbuat durhaka.
· Dari
segi garis besar cerita dalam Legenda Gunung Batu Balai dan Legenda Batu
Bangkai menceritakan seorang wanita dengan anak laki-lakinya yang hanya tinggal
berdua dan hidup susah. Kemudian anak laki-lakinya memutuskan untuk pergi
merantau untuk memperbaiki kehidupan mereka. Setelah beberapa tahun merantau,
ia menjadi sukses dan telah mempunyai seorang isteri tetapi melupakan ibunya.
Saat ia bertemu dengan ibunya, mereka merasa malu mengakui ibunya sendiri dan
tidak mau mengakuinya dihadapan orang lain. Setelah itu, sang ibu berdoa kepada
Tuhan agar anaknya diberi balasan yang setimpal. Lalu, sang anak berubah
menjadi batu. Kesamaaan garis besar cerita bisa disebabkan oleh keinginan
pengarang agar masyarakat dapat mengerti cerita dengan mudah, karena memang
cerita dengan alur seperti ini yang paling terkenal dan mudah dipahami. Selain
itu, dalam kedua cerita, sang anak berubah menjadi batu karena batu adalah
benda yang paling banyak ditemui dan paling sering dianggap sebagai jelmaan dari
sesuatu karena bentuknya yang berbeda-beda dan unik.
· Dari
segi amanat cerita, kedua cerita memberikan amanat agar seorang anak tidak
menjadi durhaka kepada ibunya karena suatu saat nanti pasti mereka akan
mendapatkan akibatnya. Kemungkinan pembuatan cerita berawal dari pengarang yang
menemui bentuk batu yang aneh, lalu pada lingkungannya saat itu banyak anak-anak
yang berbuat durhaka kepada orang tuanya, akhirnya sang pengarang menghubungkan
cerita akibat seorang anak jika berbuat durhaka dengan bentuk batu yang unik
yang kemudian dianggap sebagai kutukan pada anak durhaka tersebut.
Beberapa perbedaan ditemukan dari
kedua cerita tersebut, di antaranya :
§ Pekerjaan
yang dilakukan tokoh dalam cerita Legenda Gunung Batu Balai adalah bertani,
sedangkan pekerjaan tokoh dalam Legenda Gunung Batu Bangkai adalah pencari buah
dan sayur dalam hutan. Hal ini dilatarbelakangi oleh keadaan tanah di
Kalimantan Selatan yang gersang serta kurang subur dan keadaan tanah di Bangka
Belitung yang subur.
§ Perbedaan
cara memperbaiki nasib sang anak laki-laki dalam kedua cerita. Dalam Legenda
Gunung Batu Balai dikisahkan sang anak menjadi menantu orang kaya raya, namun
sebelumnya ia menjadi anak buah seorang pemilik perahu. Dalam keadaan ini bisa
diketahui bahwa di Bangka Belitung banyak orang yang berprofesi sebagai pelaut
atau nelayan.
Berbeda dengan Legenda Gunung Batu
Bangkai, dikisahkan sang anak memiliki kemampuan medis yang tergolong
supernatural yang membuat ia sukses. Hal ini dilatarbelakangi oleh kebanyakan
masyarakat Kalimantan Selatan masih mempercayai hal-hal yang berbau magis
bahkan hingga saat ini.
§ Latar
yang banyak digunakan dalam kedua cerita. Kebanyakan latar dalam Legenda Gunung
Batu Balai adalah lautan atau tempat yang berhubungan dengan perairan,
sedangkan latar yang banyak digunakan dalam Legenda Gunung Batu Bangkai adalah
hutan. Hal ini dilatarbelakangi oleh keadaan geografis Bangka Belitung yang
memiliki banyak pantai dan banyak akses menuju daerah pantai atau lautan
tersebut, sedangkan daerah Kalimantan Selatan yang memiliki banyak hutan.
§ Watak
tokoh dalam Legenda Gunung Batu Balai cenderung lebih keras kepala dan kasar.
Hal ini dapat dilihat dari percakapan tokoh dan kelakuan tokoh yang
digambarkan. Seperti saat sang ibu yang tetap mendekati anaknya walaupun ia
sudah ditolak lalu tindakan kasar sang anak kepada ibunya. Hal ini dapat
dilatarbelakangi oleh kehidupan yang keras di Bangka Belitung yang keras yang
dapat diketahui dari sang anak yang rela menjadi anak buah pemilik perahu.
Berbeda halnya dengan Legenda
Gunung Batu Bangkai, dengan mudahnya sang anak menjadi sukses dengan
kemampuannya sendiri. Bisa diketahui kehidupan di Kalimantan Selatan saat itu
tidak sekeras kehidupan di Bangka Belitung sehingga watak tokoh yang
digambarkan tidak keras kepala dan lebih sensitif. Deperti saat sang ibu yang
mengejar anaknya, namun ia tak memaksakannya dan ia terlanjur sakit hati lalu
meminta Tuhan membalasnya. Juga saat sang anak tengah dikutuk ia masih
mengucapkan kata maaf.
§ Dari
cara pemberian nama batu, dalam Legenda Gunung Batu Balai memberikan nama Batu Balai berdasarkan letak
batu yang berdekatan dengan sebuah balai, nama balai tersebut juga bisa
diasumsikan bahwa mereka memberi nama berdasarkan fungsi sesuatu.
Sedangkan dalam Legenda Gunung Batu
Bangkai, nama batu bangkai diberikan berdasarkan bentuk dari batu tersebut.
§ Dalam
Legenda Gunung Batu Bangkai, ditunjukkan kekayaan alam yang dimiliki daerah Kalimantan Selatan, dapat diketahui
saat disebutkan buah kasturi yang hanya tumbuh di Pulau Kalimantan sedangkan
pada Legenda Gunung Batu Baai tidak disebutkan sesuatu yang khas atau yang
hanya terdapat di daerah itu.
Demikian
analisis dari kedua cerita tersebut. Hal yang bisa disimpulkan adalah perbedaan
daerah asal cerita dibuat dapat menyebabkan berbedanya beberapa unsur cerita,
walaupun secara garis besar isi kedua cerita sama.